Saturday, May 7, 2016

KEGIATAN-KEGIATAN TJI LAM TJAY DARI TAHUN 1963 SAMPAI DENGAN 2008

KEGIATAN-KEGIATAN TJI LAM TJAY DARI TAHUN 1963 SAMPAI DENGAN 2008
A. CHENG BENG
Salah satu tradisi yang diadakan ialah Cheng Beng. Cheng Beng dilaksanakan setiap bulan 5 tanggal 5 Imlek (5 April). Digelar saat matahari terletak di atas garis balik 23½º Lintang Selatan (LS). Biasanya cuaca sangat cerah, terang benderang, dan langit jernih, maka tepat bila disebut “Ching Bing”. Zaman sebelum Nabi Khonghucu lahir saat Ching Bing sering dihubungkan dengan Hari Makan Dingin (Han Siet Ciat). Disebut demikian, karena aktivitas makan itu dilakukan saat udara dingin, dan sehari penuh tidak menyalakan api dalam rangka memperingati menteri yang suci bernama Kai Cu Cui. Kai Cu Cui sendiri adalah menteri kepercayaan Raja Cin Bun Kon, kaisar pertama yang menganjurkan untuk membersihkan kuburan.
Pada saat dimulainya Dinasti Ming di Tiongkok (1368 – 1644 Masehi), Kaisar Bing Thai Coy yang bergelar Chi Gwan Ciang sudah dilaksanakan tradisi The-Coa (The-Tse), yaitu bagi yang sudah membersihkan kuburan, maka diharuskan menebarkan Ko-Coa di atas kuburan dengan cara ditindih dengan batu. Ko-Coa adalah kertas kuning atau putih berukuran panjang selebar ibu jari tangan.
Awal adanya tradisi The-Coa ini terjadi pada zaman Kaisar Chi Gwan Ciang. Alkisah, ketika itu Kaisar Chi Gwan Ciang kesulitan menemukan makam kedua orang tuanya. Sang kaisar kemudian memerintahkan kepada seluruh rakyatnya agar berziarah ke makam leluhur di hari Ching Bing. Dalam ziarah itu, rakyatnya juga diminta menabrkan Ko-Coa di atas makam.
Nah, setelah rakyatnya sudah selesai berziarah, ternyata ada dua makam yang tidak diberi tanda Ko-Coa. Kaisar Chi Gwan Ciang pun meyakini dua makam itu adalah makam kedua orangtuanya. Sampai saat ini tradisi tersebut masih rutin dilakukan oleh  masyarakat yang melakukan Cheng Beng. Hal itu sebagai pertanda bahwa makam leluhur sudah diziarahi.
Di Indonesia karena tanggal 5 April bukan hari libur, maka dapat dilaksanakan 10 hari sebelum atau sesudah hari Cheng BengCheng Beng artinya tilik (menengok) kuburan untuk melakukan bersih–bersih kuburan, sekaligus mendoakan arwah orang yang sudah meninggal.
Cheng Beng sama dengan tradisi nyadran dalam budaya Jawa. Adapun sesaji yang dipersiapkan untuk Cheng Beng, diantaranya sepasang lilin warna merah, 3 cangkir teh, 3 cangkir arak, 3 pisin (piring kecil), teh liau (gula batu), tang-koa (manisan beligo), seng-jin, manisan bi-cian serta makanan kesukaan leluhur semasa hidupnya.
Dari tahun lahirnya tradisi Cheng Beng, sampai sekarang tradisi tersebut masih ada dan masih dilakukan. Karena bagi orang Tionghoa, kegiatan tersebut sangat sakral. Kegiatan tersebut masih diselenggarakan oleh yayasan Tji Lam Tjay. Ketua yayasan kematian Tji Lam Tjay Aman Gautama mengatakan bahwa, setiap tahun Tjie Lam Tjay mengadakan acara itu untuk menyentuh generasi muda agar menghormat para leluhur. Adapun istilah didalam perayaan Cheng Beng yaitu “Dong Kwe Swok” yang berarti tempat untuk semua berpulang bersama. Kuburan ini adalah pindahan dari kuburan di daerah Pekojan. Sekitar 116 tahun yang lalu tulang-belulang di kumpulkan secara massal di Mugas ini. Semula kuburan di Pekojan akan dipindah ke wilayah Bangkong, namun karena lahan tidak cukup, maka dipindah ke daerah Mugas Timur.
B. ULAMBANA
Kegiatan lain yang dilakukan tiap tahun selain Cheng Beng yaitu Ulambana. Ulambana arti harafiahnya “digantung terbalik”, maksudnya derita orang yang telah meninggal bagaikan orang yang digantung terbalik (kepala dibawah). Ternyata tradisi ini telah ada sejak zaman dahulu. Dari Dinasti Liang sampai Dinasti Tang, hari ulambana dirayakan dengan memberikan persembahan kepada Buddha dan Sangha (baik oleh Raja ataupun umat awam). Pada Dinasti Song, ulambana mulai mengutamakan menyembayangi arwah orang mati dengan membakar uang (arwah) dan baju kertas. Tradisi berdana kepada Buddha dan Sangha mulai memudar. Dalam kalangan Bhiksu mulai muncul kritikan terhadap penyimpangan ini. Lalu diajukan pendapat kompromi: Siang memberi persembahan kepada Tri Ratna, malam menolong para arwah. Tetapi pendapat ini kurang mendapat sambutan.
Pada saat ulambana, selain ada pembacaan sutra dan memberi dana makanan kepada arwah, juga ada pemberian dana makanan kepada para Bhiksu. Akhir-akhir ini di sejumlah kalangan Buddhis Taiwan mulai menetapkan hari tersebut sebagai hari Sangha. Dalam masyarakat Awam, hari tersebut dipercayai sebagai hari pembukaan Gerbang Neraka, Setan kelaparan dilepas. Oleh sebab itu banyak yang menyembelih hewan untuk dipersembahkan kepada para arwah dan para pendeta Taoist turut pula di undang untuk menyembayangi para arwah.
Ulambana yang diselenggarakan oleh Tji Lam Tjay dihalaman Klenteng Kong Tik Soe, yang sekaligus berada dekat dengan tempat Tji Lam Tjay sendiri. Perayaan tersebut selalu menarik perhatian masyarakat setiap tahunnya. Maka, mereka berbondong-bondong untuk menyaksikan apa saja yang ada dalam kegiatan tersebut.
C. BALAI PENGOBATAN
Balai pengobatan Tjie Lam Tjay berada di sayap kanan gedung Kong Tik Soe di Jalan Gang No. 60 Lombok Semarang. Balai pengobatan ini melayani semua lapisan masyarakat tanpa membedakan suku, agama dan ras sesuai dengan visi Yayasan Tjie Lam Tjay. Balai pengobatan buka hari Senin-Sabtu pukul 08-10.00 dan 17.00-19.00. Dokter umum yang siap melayani pasien kurang mampu di balai pengobatan ini antara lain Dr. Tan Sangha Sari, Dr. Donny Saliman, Dr. Eddy Suhartono, Dr. Veronika, Dr. Elly Kusumawardhani dan Dr. Lastri Anggraini.
Balai Pengobatan ini juga menyediakan pengobatan berupa: tusuk jarum akupuntur, dimana Lie Ay Tjien, Lukito dan Lie Sien Djiang sebagai ahlinya. Terdapat pula klinik gigi yang ditangani oleh Drg. Vanny Harijani. Selain itu, Balai Pengobatan Tjie Lam Tjay ini juga melayani masyarakat yang ingin tes gula darah, kolesterol, trigliserid, asam urat, kehamilan, tekanan darah, suntik KB untuk 1 dan 3 bulan, serta khitan. Untuk biaya pengobatan sebesar Rp 13.000, sudah termasuk biaya obat.


Selain itu, balai pengobatan ini juga akan memberikan surat rujukan ke rumah sakit jika pasien memerlukan perawatan lebih lanjut. Fasilitas lain yang dimiliki balai pengobatan ini diantaranya satu unit mobil ambulans hasil sumbangan dari CV. Exab (Bapak Roy Agung Boediono). Juga satu unit bus jenazah dari eks Panitia Sam Po Tay Djien (Ny Sutikno Wijaya). Mobil ambulans dan mobil jenazah tersebut disewakan dengan biaya terjangkau. Kedua mobil tersebut mempunyai fasilitas yang standar. Seperti bus jenazah yang besar, pada bagian belakang pengemudi terdapat sederet kursi berkapasitas 10 orang, dilengakapi mesin pendingin (AC), kotak P3K, serta tabung oksigen. Bagi pasien yang akan memeriksakan gigi, Balai Pengobatan Tjie Lam Tjay dilengkapi perangkat peralatan dokter gigi yang lengkap dari Drg. Agus Gunarso. Khusus untuk pasien gigi dilayani setiap hari Selasa, Rabu dan Jumat pukul 08.00-10.00. Untuk informasi selengkapnya tentang Balai Pengobatan Tjie Lam Tjay bisa menghubungi hot line 024-3546831.